Nectariniidae dan Alam Jatimulyo Dalam Harmonisasi
Oleh: Gahar Ajeng Prawesthi *)
Pagi itu, aktivitas berladang warga Desa Jatimulyo mulai sibuk. Tampak beberapa warga sedang bersiap membawa golok dan arit untuk mulai bekerja di ladangnya. Beberapa warga yang lewat menyapa saya yang sedang terduduk manis di tepian hutan untuk mengisi logbook dan tallysheet penelitian saya. Tepat pukul 7 pagi, mulai terdengar iringan suara khas burung-madu kelapa terdengar bersahutan, mengerumuni sebatang pohon kelapa yang sedang menampakkan kekayaan nektarnya. Sesekali beberapa di antara mereka berpindah ke pohon kelapa yang terletak di sampingnya. Di arah yang berlawanan, tak jauh dari pohon kelapa itu, tampak burung-madu jawa tak mau kalah berebut nektar di sebatang pohon turi. Menghisap satu demi satu nektar yang bersembunyi dalam tiap corong bunga turi berwarna putih yang sedang bermekaran dengan indahnya. Di sisi yang lain lagi, pijantung kecil mulai berbagi nektar dengan burung-madu kelapa di antara corong jantung pisang yang mulai menampakkan dirinya di balik kulit keunguan yang mulai menggulung.
Harmonisasi penggambaran ‘indahnya berbagi’ yang sudah berlangsung sejak sedia kala secara alamiah, ketika para Nectariniidae ini saling berbagi makanan, baik dengan spesies sesamanya, maupun dengan kerabatnya. Itulah tema yang saya angkat untuk penelitian di Desa Jatimulyo kali ini. Burung-madu kelapa, salah satu spesies burung-madu yang menguasai kawasan agroforestri Desa Jatimulyo ini, harus mau berbagi sumber daya dengan kerabat dekatnya -sesama famili Nectariniidae- burung-madu jawa yang merupakan residen asli demi terciptanya koeksistensi di habitat yang saling tumpang tindih dalam bentuk perbedaan relung (Tokeshi, 1999). Relung suatu spesies, dapat diibaratkan sebagai ‘pembagian ruang’, peran fungsional spesies tertentu di suatu komunitas, salah satunya terkait dengan aktivitas mencari makan di habitat yang sama (Elton, 2001). Pembagian ini secara alamiah terjadi salah satunya didasarkan pada bagaimana para burung-madu ini berbagi makanan tersebut di alam. Burung-madu kelapa terlihat lebih banyak berbagi sumber daya dari spesies tumbuhan berbunga yang sama dengan pijantung kecil, membuatnya masing-masing memiliki ruang yang saling beririsan yang rapat. Di sisi lain, burung-madu jawa, terlihat memiliki ruang yang jauh lebih luas dari kedua spesies Nectariniidae lainnya karena lebih banyak memilih sumber daya dari spesies tumbuhan berbunga yang berbeda dari lainnya.
Desa Jatimulyo, sebagai salah satu kawasan agroforestri, habitat yang mendukung kehidupan burung Nectariniidae ini, menyediakan sumber daya yang tiada habisnya. Tak pernah berhenti untuk menunjukkan sisi loman-nya terhadap para makhluk terbang pencari madu ini. Harmonisasi antara alam dan manusia yang berkolaborasi dengan sangat epik ini membuat ruang yang nyaman bagi burung Nectariniidae ini untuk berkehidupan dan mencari makan. Warga yang sudah terlatih untuk tetap bisa bekerja mencari nafkah tanpa mengutak-atik kehidupan satwa burung yang ada, yang membuat saya tertarik untuk menetapkan Desa Jatimulyo sebagai lokasi pengerjaan tugas akhir saya dalam menyabet gelar master of science. Saya menjadi mudah menyimpulkan pembagian relung antara ketiga spesies Nectariniidae (burung-madu kelapa, burungmadu jawa, dan pijantung kecil) dengan hutan agroforestri sebagai variabel bebasnya. Bahwa, dengan keadaan hutan yang sudah berubah pun, dengan campur tangan manusia, tidak serta merta mempengaruhi pembagian relung burung Nectariniidae secara alamiah yang pernah tertulis pada teori terdahulu.
Hal yang menarik saat menulis naskah tugas akhir ini, saat saya menceritakan bagaimana keadaan Desa Jatimulyo pada profesor pembimbing saya, beliau menjadi tertarik untuk mencari bahan tulisan ilmiah dari sini. Terutama pada pemanfaatan alam Desa Jatimulyo terhadap kehidupan satwa burung. Menurut beliau, “ini lokasi yang bagus untuk mengamati bagaimana manusia berdampingan dengan alam dengan cara yang benar”. Dari situ, beliau berharap dapat mendapat bahan yang dapat beliau jadikan tulisan di sini. Karena persetujuan beliau, dengan bangga saya bisa merekomendasikan Desa Jatimulyo sebagai lokasi penelitian yang bisa dibawa menuju jurnal nasional.
*)Gahar adalah mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Harmonisasi penggambaran ‘indahnya berbagi’ yang sudah berlangsung sejak sedia kala secara alamiah, ketika para Nectariniidae ini saling berbagi makanan, baik dengan spesies sesamanya, maupun dengan kerabatnya. Itulah tema yang saya angkat untuk penelitian di Desa Jatimulyo kali ini. Burung-madu kelapa, salah satu spesies burung-madu yang menguasai kawasan agroforestri Desa Jatimulyo ini, harus mau berbagi sumber daya dengan kerabat dekatnya -sesama famili Nectariniidae- burung-madu jawa yang merupakan residen asli demi terciptanya koeksistensi di habitat yang saling tumpang tindih dalam bentuk perbedaan relung (Tokeshi, 1999). Relung suatu spesies, dapat diibaratkan sebagai ‘pembagian ruang’, peran fungsional spesies tertentu di suatu komunitas, salah satunya terkait dengan aktivitas mencari makan di habitat yang sama (Elton, 2001). Pembagian ini secara alamiah terjadi salah satunya didasarkan pada bagaimana para burung-madu ini berbagi makanan tersebut di alam. Burung-madu kelapa terlihat lebih banyak berbagi sumber daya dari spesies tumbuhan berbunga yang sama dengan pijantung kecil, membuatnya masing-masing memiliki ruang yang saling beririsan yang rapat. Di sisi lain, burung-madu jawa, terlihat memiliki ruang yang jauh lebih luas dari kedua spesies Nectariniidae lainnya karena lebih banyak memilih sumber daya dari spesies tumbuhan berbunga yang berbeda dari lainnya.
Desa Jatimulyo, sebagai salah satu kawasan agroforestri, habitat yang mendukung kehidupan burung Nectariniidae ini, menyediakan sumber daya yang tiada habisnya. Tak pernah berhenti untuk menunjukkan sisi loman-nya terhadap para makhluk terbang pencari madu ini. Harmonisasi antara alam dan manusia yang berkolaborasi dengan sangat epik ini membuat ruang yang nyaman bagi burung Nectariniidae ini untuk berkehidupan dan mencari makan. Warga yang sudah terlatih untuk tetap bisa bekerja mencari nafkah tanpa mengutak-atik kehidupan satwa burung yang ada, yang membuat saya tertarik untuk menetapkan Desa Jatimulyo sebagai lokasi pengerjaan tugas akhir saya dalam menyabet gelar master of science. Saya menjadi mudah menyimpulkan pembagian relung antara ketiga spesies Nectariniidae (burung-madu kelapa, burungmadu jawa, dan pijantung kecil) dengan hutan agroforestri sebagai variabel bebasnya. Bahwa, dengan keadaan hutan yang sudah berubah pun, dengan campur tangan manusia, tidak serta merta mempengaruhi pembagian relung burung Nectariniidae secara alamiah yang pernah tertulis pada teori terdahulu.
Hal yang menarik saat menulis naskah tugas akhir ini, saat saya menceritakan bagaimana keadaan Desa Jatimulyo pada profesor pembimbing saya, beliau menjadi tertarik untuk mencari bahan tulisan ilmiah dari sini. Terutama pada pemanfaatan alam Desa Jatimulyo terhadap kehidupan satwa burung. Menurut beliau, “ini lokasi yang bagus untuk mengamati bagaimana manusia berdampingan dengan alam dengan cara yang benar”. Dari situ, beliau berharap dapat mendapat bahan yang dapat beliau jadikan tulisan di sini. Karena persetujuan beliau, dengan bangga saya bisa merekomendasikan Desa Jatimulyo sebagai lokasi penelitian yang bisa dibawa menuju jurnal nasional.
*)Gahar adalah mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Foto oleh: Kelik Suparno
1 comments
youtube.com Videos : YouTube
ReplyDeleteVideos. YouTube. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube.com Videos. youtube to mp3 android youtube.com Videos.