Agroforest Jatimulyo: Hidup dan Menghidupi
Kalurahan Jatimulyo, berada di perbukitan Menoreh dan masuk wilayah administratif Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Dengan luas sekitar 1.600 ha, wilayahnya didominasi oleh hutan rakyat atau wanatani atau bisa disebut agroforest. Tentunya bisa ditebak bahwa mata pencaharian utama masyarakat adalah petani kebun. Rata-rata kepemilikan lahan masyarakat kurang dari 1 ha.
Agroforest tidak terbentuk begitu saja. Faktanya, Jatimulyo dahulu didominasi areal pertanian, berupa sawah dan ladang sebagai lahan produksi pangan. Proses konversinya lebih dari 50 tahun. Jika ditinjau dari proses pembentukannya, agroforest di Jatimulyo terbentuk secara tradisional. Merupakan hasil dari pengalaman panjang trial and error yang dilakukan oleh para masyarakat tani.
Proses konversi berjalan secara bertahap, seiring masuknya komoditas-komoditas bernilai ekonomi tinggi mulai dari vanili, cengkeh, dan komoditas-komoditas penting lainnya. Keberanian masyarakat untuk tidak lagi swasembada pangan menarik untuk dikaji. Karena nyatanya mereka tetap bertahan, berdaulat pangan, dan bahkan tidak sedikit yang kondisi perekonomian keluarganya di atas rata-rata.
Agroforest Jatimulyo tergolong tipe agroforest kompleks, dengan lebih dari 150 jenis tanaman penyusun yang merupakan campuran tanaman budidaya maupun tetumbuhan hutan. Agroforest kompleks juga ditandai dengan kondisi lingkungan yang hampir menyerupai hutan. Ada strata-strata vegetasi yang menyusunnya.
Tiga kelompok produk hutan rakyat di Jatimulyo meliputi hasil kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Jenis-jenis kayu yang dapat dijumpai antara lain sengon, mahoni, jabon, jati, dan sonokeling. Nyaris tiap hari selalu ada truk pengangkut kayu hasil panen keluar dari desa ini. Kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) antara lain diwakili rempah-rempah, kopi, dan madu klanceng. Sedangkan contoh jasa lingkungan antara lain air yang berlimpah dan berbagai jenis satwa liar yang tinggal di dalamnya.
Di mata masyarakat - terutama kaum petani, agroforest bisa dipandang sebagai modal produksi, tabungan masa depan, maupun warung hidup. Lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman memberi peluang sebuah keluarga mendapat penghasilan harian, mingguan, bulanan, tahunan, hingga jangka panjang.
Seorang petani gula merah misalnya, mendapat pendapatan harian dari penjualan produksi gulanya. Ia masih memiliki tanaman-tanaman cokelat yang bisa dipanen seminggu sekali dan dijual ke pasar. Setiap bulan ada saja buah pisang yang matang, dan didatangi pengepul yang siap membeli. Tanaman-tanaman berbuah musiman seperti kopi, manggis, durian, petai, berbuah setiap satu tahun sekali dan menjadi sumber pendapatan tahunan. Mereka juga memiliki beberapa batang pohon sengon yang biasanya dijadikan tabungan jangka panjang. Untuk makan sehari-hari, sayur mayur tersedia di kebun.
Saat ini setidaknya pengelolaan agroforest di Jatimulyo telah dilakukan oleh generasi ketiga sejak munculnya perubahan dari monokultur. Tentunya telah banyak inisiatif lokal yang membuahkan inovasi dalam pemanfaatan dan pengelolaan agroforest. Pengembangan produk-produk HHBK dan jasa lingkungan menjadi salah satu indikator penting.
Peningkatan nilai jual dan diversivikasi produk menjadi capaian penting dalam pemanfaatan HHBK. Seperti munculnya usaha produksi kopi siap seduh, gula semut aren, dan madu klanceng. Wisata tirta menjadi contoh pemanfaatan jasa lingkungan. Saat ini ada beberapa destinasi wisata yang bergantung dari keberadaan sumber air yang membentuk sungai-sungai dan air terjun. Geliat aktivitas kepariwisataan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
Agroforest di Jatimulyo seakan sebuah oase, saat konversi hutan
menjadi lahan monokultur menjadi tren global. Di sini, di sudut Daerah
Istimewa Yogyakarta, para petani justru membangun sebuah mahakarya.
Hutan yang hidup dan menghidupi, dengan status lahan milik.
Dengan kondisi ekosistem yang nyaris sama seperti hutan alam, agroforest Jatimulyo mampu mendukung kehidupan berbagai satwa liar. Yang istimewa misalnya catatan keanekaragaman burung yang mencapai lebih dari seratus jenis. Ini menjadi bukti bahwa kawasan hutan rakyat memiliki nilai penting dalam konservasi keanekaragaman hayati. Agroforest mungkin menjadi kawasan 'pengungsian' bagi berbagai jenis satwa liar, memberi mereka tempat tinggal sekaligus makanan yang melimpah.
Agroforest ‘menyelamatkan’ masyarakat Jatimulyo. Baik dari sisi ekologi maupun ekonomi. Dengan luas lahan yang terbatas, kebun campur terbukti lebih aman bagi perekonomian keluarga. Setidaknya jika dibandingkan dengan pengelolaan secara monokultur. Dengan manfaat yang sedemikian besar, maka kiranya layak kita menempatkan agroforest di desa Jatimulyo sebagai warisan yang sangat berharga yang pantas untuk terus dilestarikan.
0 comments