Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (4): Persepsi Masyarakat Jatimulyo Terhadap Konservasi Burung
Tulisan ini menjadi bagian keempat dari lima tulisan Faradlina Mufti yang memaparkan seluk-beluk penelitian tesisnya “Struktur Komunitas dan Upaya Konservasi Burung di Desa Jatimulyo, Kulon Progo, D.I.Y.”. Mufti melakukan penelitiannya sepanjang 2019 dan kemudian memperoleh gelar Magister of Science dari Universitas Gadjah Mada di penghujung 2020. Sebelum seri tulisan ini, ia berbagi sepenggal kesan dalam “Minggu pagi minum kopi di Jatimulyo”.
Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (1): Ketertarikan meneliti Jatimulyo
Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (2): Komunitas burung Jatimulyo dan habitatnya
Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (3): Upaya konservasi burung di Jatimulyo
Lebih dekat dengan Desa Ramah Burung (5): Hubungan antara komunitas burung, upaya konservasi, dan persepsi masyarakat Jatimulyo
Upaya konservasi burung yang telah dilakukan dengan berbagai cara, banyak melibatkan elemen masyarakat, secara tidak langsung mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap burung dan pelestariannya.
A. Pengetahuan tentang burung dan peranannya
Masyarakat Jatimulyo, sebagian besar telah mengetahui tentang ragam burung beserta peranannya, baik secara ekologi, maupun seni. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah tinggal secara turun temurun di desa ini dan berbagi habitat dengan burung. Aktivitas harian dilakukan tidak jauh dari kebun, sawah, dan hutan yang menjadi habitat berbagai macam jenis burung.
B. Jatimulyo sebagai tujuan wisata minat khusus pengamatan burung
Selain pengetahuan tentang burung dan peranannya, sebagian besar responden (95,7%) juga telah mengetahui bahwa desa mereka menjadi desa tujuan wisata minat khusus pengamatan burung (birdwatching). Sebanyak 72,3% responden telah mengetahui Perdes No. 8 tahun 2014, yang salah satu pasalnya berisi larangan berburu burung. Sumber pengetahuan tersebut diperoleh dari papan-papan informasi yang terpasang pinggir jalan, tepatnya di lokasi-lokasi yang menjadi pusat perhatian. Sebagai contoh, di pertigaan-pertigaan, di pinggir jalan perbatasan, dan di lokasi-lokasi lain yang mudah dilihat.
C. Dukungan Masyarakat
Masyarakat mendukung adanya upaya konservasi burung. Dukungan tersebut tidak hanya sekadar wacana, atau partisipan, namun juga keterlibatan dalam berbagai kegiatan. Bahkan, terlibat juga dalam pengelolaan dan perencanaannya. Keterlibatan ini dalam bentuk wadah komunitas-komunitas yang mengawal berbagai bentuk kegiatan dalam rangka konservasi burung.
D. Peluang usaha, kesempatan kerja, dan peningkatan keterampilan
Keterlibatan masyarakat dalam upaya konservasi burung, secara tidak langsung dapat memberikan dampak timbal balik kepada masyarakat. Dampak ini adalah terbukanya peluang usaha, kesempatan kerja dan meningkatkan keterampilan. Adanya dampak tersebut, dapat memberikan manfaat ekonomi. Sebagai contoh, dampak dalam meningkatkan keterampilan dan kesempatan kerja adalah: meningkatnya kemampuan identifikasi burung; kemampuan fotografi; kemampuan menjadi pemandu wisata pengamatan burung, dan pemandu lokal wisata edukasi. Sedangkan contoh yang dapat memberikan peluang usaha adalah terbukanya jasa homestay dan penjual kebutuhan bahan pokok (warung makan) atau adanya peningkatan penjualan.
E. Perburuan
Meskipun sudah ada peraturan desa yang salah satu pasalnya melarang perburuan burung, berdasarkan angket yang saya bagikan, ternyata masih ada kasus perburuan burung. Kasus perburuan burung tertinggi pada rentang waktu lebih dari 2 tahun lalu. Kasus perburuan burung, secara umum mengalami trend (kecenderungan) menurun, sejak 2-3 tahun lalu. Pemburu burung mayoritas berasal dari penduduk luar Jatimulyo dengan persentase 57,4%. Namun, tampak masih ada pemburu burung yang berasal dari penduduk Jatimulyo sendiri dengan persentase 29,8%.
F. Jenis burung buruan
Terdapat 14 jenis burung yang diburu, yakni anis merah (Geokichla citrina), ayam hutan (Gallus sp), jenis-jenis burung madu (Nectarinidae), cipoh kacat (Aegithina tiphia), cica daun (Chloropsis cochinchinensis), elang-ular bido (Spilornis cheela), empuloh janggut (Alophoixus bres), gelatik jawa (Lonchura oryzivora), kepudang kuduk-hitam (Oriolus chinensis), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), perenjak/cinenen (Sylviidae), dan kacamata (Zosteropidae). Jenis yang paling banyak diburu adalah sikatan cacing atau sulingan. Hal ini disebabkan sikatan cacing mempunyai harga yang relatif mahal jika dijual, dengan harga ± Rp. 750.000,-.
Foto: salah satu potret lansekap Jatimulyo (Dok. Imam Taufiqurrahman)
0 comments